BENGKULU, Delik INFO — Sebanyak 17 keluarga besar yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Penja Bengkulu, menyatakan penolakan keras terhadap rencana pemindahan lokasi pelaksanaan Festival Tabut ke kawasan Sport Center Pantai Panjang.
Tonton Video Deklarasi 17 KKT Penja :
Penolakan ini di Deklarasikan oleh ke 17 Kerukunan Keluarga Tabut Penja, Penolakan tersebut tidak hanya menyangkut lokasi, tetapi juga terkait dengan besaran anggaran kegiatan yang di nilai tidak layak. Jum’at Sore (16/5).
Baca Juga : delik-info-terungkap-motif-suami-tega-habisi-istri-dan-anak-tiri-hanya-karena-masalah-sepele
Menurut perwakilan KKT Syafril Syahbuddin, pemindahan Tabut ke Sport Center akan mengikis nilai spiritual dan keaslian budaya yang telah di jaga secara turun-temurun selama lebih dari dua abad.
Baca Juga : kelebihan-muatan-dan-kelalaian-tragedi-km-tiga-putra-pulau-tikus-tewaskan-7-penumpang
“Tabut bukan sekadar pertunjukan atau tontonan publik. Ini adalah ritual sakral yang memiliki tempat dan makna khusus. Tidak bisa sembarangan di pindah ke lokasi komersial seperti Sport Center,” ujarnya
Selain menolak lokasi, 17 keluarga Tabut juga menolak anggaran pelaksanaan kegiatan sebesar Rp 90 juta yang di alokasikan oleh pemerintah. Mereka menilai jumlah tersebut tidak memadai dan tidak mencerminkan penghargaan terhadap besarnya nilai budaya dan spiritual dari tradisi Tabut.
“Rp. 90 juta itu terlalu kecil. Ndak di buek apo?” ungkap Sayhril, salah satu perwakilan keluarga Tabut, dengan nada kecewa.
Baca Juga : sehmi-pemkot-bengkulu-perang-lawan-miras-di-pantai-panjang
Menurutnya, anggaran tersebut nyaris tidak cukup untuk mendukung seluruh rangkaian ritual dan logistik yang kompleks, apalagi jika pelaksanaannya di arahkan ke area baru yang belum memiliki infrastruktur khusus untuk kegiatan tradisional.
“Kami tidak ingin hanya sekadar di libatkan. Kami ingin pelestarian sejati, bukan sekadar seremoni,” kata salah satu tokoh adat.
KKT meminta pemerintah kota dan provinsi untuk membuka ruang dialog dengan seluruh pewaris sah tradisi Tabut, sebelum mengambil keputusan sepihak yang berpotensi menodai makna dari warisan budaya tersebut.
“Jika nilai sakral ini hilang, kita tidak hanya kehilangan ritual, tapi juga identitas sejarah Bengkulu,” tutup Syahril.
Sebagai catatan, Festival Tabut telah di tetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah dan budaya masyarakat Bengkulu. (RED)