Delik INFO | Bengkulu — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) menuntut mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dengan pidana pokok 8 tahun penjara dan denda Rp700 juta, subsider 6 bulan kurungan, atas dugaan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan. Pada Rabu (30/7).
JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti kepada negara sebesar Rp39,6 miliar, di tambah 72,15 dolar Amerika dan 349 dolar Singapura. Jika tidak di bayar dalam waktu yang di tentukan, harta milik Rohidin akan di sita, atau di ganti dengan pidana tambahan 3 tahun penjara. Ia juga di tuntut pencabutan hak politik selama 2 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Baca Juga : Enam Pejabat Pemprov Bengkulu Bongkar Skema Uang Haram Pemenangan Rohidin di Pilkada 2024
“Fakta persidangan yang menghadirkan 99 saksi membuktikan ketiga terdakwa telah melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar JPU KPK, Tony Indra, di ruang sidang Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu.
Baca Juga : Sidang Perdana Rohidin Mersyah CS Di Jadwalkan
Selain Rohidin, dua terdakwa lain juga menerima tuntutan berat :
Isnan Fajri (mantan Sekda Provinsi Bengkulu)
- Tuntutan: 6 tahun penjara
- Denda: Rp500 juta, subsider 6 bulan
- Catatan: Tidak di bebani uang pengganti
Evriansyah alias Anca (mantan ajudan gubernur)
- Tuntutan: 5 tahun penjara
- Denda: Rp250 juta, subsider 3 bulan
Baca Juga : Rohidin Mersyah Dan Rekan Dihadirkan Pada Sidang Perdana DI PN Bengkulu
Ketiga terdakwa di nilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf B dan huruf E UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah di ubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga : Blak-Blakan! 7 Pejabat Setor Uang Demi Rohidin Menang Pilkada
“Pasal yang di gunakan yaitu Pasal 12 huruf E tentang pemerasan dalam jabatan, dan Pasal 12B tentang gratifikasi. Kasus ini tidak menggunakan Pasal 2 atau 3 karena tidak berfokus pada kerugian negara,” jelas Tony.
Menurut JPU, hal yang memberatkan yaitu para terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, serta melibatkan aparatur eselon II, III, dan IV dalam skema pemerasan.
Sementara itu, hal yang meringankan adalah karena para terdakwa memiliki tanggungan keluarga.