Delikinfo | Bengkulu – Kuasa Hukum terdakwa YF, Dede Frastien, SH, mengungkapkan bahwa pihaknya menghadirkan seorang saksi ahli pidana dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu, Selasa (7/10).
Menurut Dede, ahli yang dihadirkan adalah Hamzah Hatrik, SH., M.Hum, yang diminta memberikan pandangan hukum terkait penerapan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah.
“Hari ini kami menghadirkan saksi ahli pidana, yaitu Bapak Hamzah Hatrik, SH., M.Hum., yang dihadirkan oleh terdakwa melalui penasihat hukumnya. Pemeriksaan berlangsung sekitar satu jam di persidangan. Pokok persoalan yang kami tanyakan adalah terkait apakah unsur pasal dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah dapat diterapkan kepada orang yang bukan merupakan anggota dewan komisaris, direksi, pegawai, maupun Unit Syariah (USS),” jelas Dede.
Ia menambahkan, ahli memberikan pendapat secara tegas bahwa ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan kepada pihak-pihak di luar perbankan syariah.
Lebih lanjut, menurut Dede, perlu dilakukan pembuktian lebih lanjut apabila pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pembuktian itu, kata dia, harus dilakukan dalam perspektif hukum formil (hukum acara pidana) untuk memastikan apakah seseorang dapat dikenakan pasal tersebut atau tidak.
“Penerapan pasal-pasal dimaksud harus dilakukan secara hati-hati dan didasarkan pada pembuktian yang sah menurut hukum acara pidana,” tambahnya.
Selain itu, Dede juga menjelaskan bahwa dalam sidang turut dibahas isu pleger doenpleger, yang berhubungan dengan penerapan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Berdasarkan penjelasan ahli, apabila telah ada laporan mengenai rekening yang patut diduga berasal dari hasil tindak pidana, maka ayat (1) Pasal 5 Undang-Undang TPPU menjadi gugur.
Dalam perkara ini, Dede menegaskan bahwa kliennya yang merupakan seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah melakukan pelaporan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Republik Indonesia (RI), serta otoritas terkait lainnya terkait dugaan aliran dana mencurigakan tersebut.
Ia menuturkan, kliennya baru mengetahui adanya tindakan yang dilakukan oleh istrinya, yang merupakan pegawai bank syariah, pada saat terjadi perbuatan fraud pada tanggal 9 Januari. Kliennya, lanjut Dede, tidak pernah mengetahui perbuatan tersebut sejak rentang waktu tahun 2019 hingga Desember 2023.
Kuasa hukum YF lainnya, Fitriansyah, SH, menambahkan bahwa kehadiran ahli hari ini bertujuan untuk memperkuat nota pembelaan (pledoi) yang akan diajukan oleh tim hukum terdakwa.
“Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan sejak awal hingga pemeriksaan minggu lalu, klien kami sama sekali tidak terbukti melakukan perbuatan yang menunjukkan adanya pengetahuan atau dugaan terhadap peristiwa yang terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam perkara TKD,” terang Fitriansyah.
Menurutnya, seluruh fakta yang muncul di persidangan harus diperkuat dengan pendapat ahli, yang dinilai telah cukup mewakili dan menegaskan bahwa tindak pidana yang dituduhkan tidak dilakukan sama sekali oleh terdakwa.
Terkait barang bukti yang disita dalam perkara tersebut, Fitriansyah menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pertimbangan Majelis Hakim.
“Berdasarkan fakta di persidangan, terdapat beberapa barang bukti yang tidak dapat dibuktikan memiliki hubungan langsung dengan terdakwa Yogi,” ujarnya.
Majelis hakim nantinya, ucap Dede kembali menambahkan, akan mempertimbangkan apakah barang-barang tersebut akan dikembalikan kepada pemilik asal atau tetap disita dalam perkara ini.
“Namun, menurut pandangan kami, baik benda bergerak maupun tidak bergerak yang disita hingga hari ini tidak memiliki kaitan dengan tindak pidana perbankan syariah yang sedang diperiksa,” tutupnya.