Bengkulu, Delikinfo – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu untuk mengkaji pengurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) menuai kritik. Praktisi hukum sekaligus Sekretaris DPC PDIP Kota Bengkulu, Deden Abdul Hakim, S.H., menilai kebijakan itu merupakan langkah yang kurang tepat jika benar-benar di terapkan di situasi ekonomi saat ini.
Menurut Deden, kondisi masyarakat, termasuk aparatur sipil negara (ASN), tengah menghadapi tekanan daya beli akibat harga kebutuhan pokok yang cenderung naik. Dalam situasi tersebut, ia menilai pemerintah seharusnya justru hadir dengan kebijakan yang memperkuat ekonomi rumah tangga, bukan sebaliknya.
“Jika pengurangan TPP itu terjadi, maka langkah tersebut adalah langkah yang kurang tepat di tengah kondisi ekonomi seperti sekarang. Seharusnya Pemkot lebih mendorong daya beli, bukan melemahkannya,” tegas Deden, Senin (15/9).
Ia menambahkan, TPP bukan sekadar tambahan insentif, melainkan juga instrumen penting untuk menjaga stabilitas ekonomi pegawai. Pemangkasan TPP berpotensi menurunkan motivasi kinerja ASN sekaligus mengurangi perputaran ekonomi di masyarakat.
“TPP itu ikut memengaruhi roda ekonomi di daerah. Kalau dipangkas, bukan hanya ASN yang terdampak, tetapi juga sektor UMKM dan perdagangan yang biasanya bergantung pada daya beli mereka,” jelasnya.
Deden mendesak agar Pemkot Bengkulu lebih selektif dalam mencari solusi atas permasalahan fiskal yang di hadapi. Alternatif efisiensi anggaran, kata dia, sebaiknya dilakukan dengan memangkas pos belanja yang tidak prioritas, bukan justru hak pegawai yang menyangkut langsung kehidupan sehari-hari.
“Jangan jadikan ASN korban kebijakan. Pemkot harus berpikir lebih strategis, karena setiap rupiah yang mereka terima akan kembali ke masyarakat dalam bentuk konsumsi dan perputaran ekonomi,” tutup Deden.