Delik INFO | Banjarbaru – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyoroti kesenjangan signifikan antara jumlah bidang tanah yang telah terdaftar dan yang sudah bersertipikat. Dalam arahannya kepada jajaran Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis (31/07/2025).
ia menyebutkan bahwa salah satu hambatan utama yang menyebabkan stagnasi sertipikasi adalah beban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus ditanggung oleh masyarakat.
“Masih ada gap antara yang memiliki sertipikat dan yang terdaftar. Yang bersertipikat 59,59%, sementara yang terdaftar 66,4%. Artinya, ada masyarakat yang sudah ikut program PTSL, tetapi saat masuk tahap sertipikasi harus bayar BPHTB. Karena tidak mampu, prosesnya mandek,” ujar Menteri Nusron.
Perbedaan sekitar 7,4% itu, menurutnya, tidak bisa di abaikan. Jika di biarkan, hal ini akan memperlambat pencapaian target sertipikasi nasional yang tengah di kejar pemerintah.
“Kita harus cerdas dalam membaca data. Bagaimana cara mengatasinya? Mau tidak mau, Bapak/Ibu harus berkolaborasi dengan bupati dan wali kota. Minta keringanan BPHTB,” tegas Nusron.
Menteri ATR/Kepala BPN juga mendorong jajaran BPN di daerah untuk menjalin komunikasi aktif dengan pemerintah kabupaten/kota, terutama dalam mencari solusi atas kendala fiskal yang sering kali menjadi batu sandungan dalam proses sertipikasi.
“Sinergi dengan pemda itu kunci. Jangan sampai kerja keras tim BPN terhenti hanya karena soal administrasi pajak daerah,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan, Abdul Aziz, menyampaikan bahwa pihaknya sudah menjalin kolaborasi dengan pemerintah daerah. Ia menyebut kerja sama tersebut telah berjalan baik dan menjadi fondasi penting dalam mempercepat program pertanahan di wilayahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Nusron juga meresmikan Gedung Arsip Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan dengan penandatanganan prasasti.
Ia di dampingi oleh Staf Ahli Menteri ATR Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Slameto Dwi Martono; Kepala Biro Humas dan Protokol, Harison Mocodompis; serta Direktur Pengaturan Tanah Pemerintah, Suwito.