Kejati Bengkulu Tahan Pengacara HT, Diduga Terima Aliran Dana Rp15 Miliar Proyek Tol Bengkulu–Taba Penanjung

Delik INFO| Bengkulu – Seorang pengacara berinisial HT resmi di tetapkan sebagai tersangka dan di tahan Kejaksaan Tinggi Bengkulu terkait dugaan korupsi pembebasan lahan Tol Bengkulu–Taba Penanjung.

Penetapan tersangka di lakukan setelah HT menjalani serangkaian pemeriksaan sejak Selasa siang di Gedung Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu. Melalui Kepala Seksi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo mengungkapkan bahwa HT merupakan pihak swasta yang juga berprofesi sebagai pengacara kondang di Bengkulu.

Bacaan Lainnya

Penahanan terhadap HT di dasarkan pada Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Nomor: PRINT-1693/L.7/Fd.2/10/2025 tanggal 28 Oktober 2025. HT di tahan di Rumah Tahanan Malabero Kelas IIB Kota Bengkulu selama 20 hari, terhitung sejak 28 Oktober 2025 hingga 16 November 2025.

“Profesi sebagai advokat yang terdapat sembilan warga terdampak pembangunan (WTP) dengan lebih kurang Rp15 miliar. Dari sembilan tersebut, ada aliran dana yang masuk ke tersangka. Sementara untuk uang yang masuk ke dirinya masih didalami,” kata Danang Prasetyo.

Pihak penyidik menegaskan, penahanan di lakukan karena di khawatirkan tersangka dapat melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mengulangi perbuatannya. Kejati Bengkulu menegaskan komitmen untuk menegakkan hukum secara profesional, transparan, dan berkeadilan dalam pemberantasan korupsi di wilayah Bengkulu.

Sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus yang sama pada periode pembebasan lahan tahun 2019–2020. Keduanya yakni Hazairin Masrie selaku mantan Kepala BPN Bengkulu Tengah, dan Ahadiya Seftiana selaku Kepala Bidang Pengukuran BPN Bengkulu Tengah.

Keduanya di nilai bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi terkait ketidakbenaran perhitungan nilai ganti rugi tanam tumbuh, dengan total kerugian negara di perkirakan mencapai Rp4 miliar. Selain itu, keduanya juga memiliki peran sebagai Kepala BPN Benteng dan Ketua Pelaksana pembebasan lahan.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka di jerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU yang sama.

Please follow and like us:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *